Sunday, February 3, 2013

Sampah, Kompos, dan Banjir

 sumber foto: www.google.co.id
AWAL 2013, Indonesia dikejutkan dengan bencana banjir yang menimpa Ibu Kota. Tidak hanya Jakarta saja yang menerima kenyataan pahit ini, tetapi beberapa kota penyangga Jakarta dan beberapa kota besar lain di Indonesia juga turut dikunjungi banjir. Namun memang DKI Jakarta dan kota-kota penyangganyalah yang menderita paling parah. Media-media di Indonesia, baik cetak ataupun elektronik, ramai memberitakan bencana ini. Bahkan media asing pun turut ambil bagian mengabarkan keadaan Jakarta.

Kamis, 17 Januari 2013, hujan turun cukup deras hingga menyebabkan area genangan air di Jakarta meluas. Ibu Kota Indonesia sedang diuji. Joko Widodo, gubernur DKI Jakata yang bahkan belum genap 100 hari menduduki jabatannya telah mengeluarkan banyak opsi mengatasi banjir. Bahkan dia telah berkonsultasi dengan berbagai pakar banjir, mantan menteri, hingga belajar dari pengalaman Negara Gajah Putih. Seperti kita ketahui, Thailand pernah mengalami hal serupa tahun lalu. Banjir yang menggenang negara itu telah mengakibatkan berbagai kerusakan dan kerugian. Produsen-produsen otomotif Thailand, pertanian dan industri, hingga pabrik-pabrik elektronik pun terkena imbasnya. Mungkin tidak banyak orang menyadari, beberapa barang elektronik seperti hardisk mengalami peningkatan harga setelah bencana banjir di Thailand.

Selain Thailand, negara tetangga Indonesia di sebelah selatan, yakni Australia, pernah merasakan hal serupa. Banjir pernah mampir di negara Kanguru tersebut selama beberapa hari hingga melumpuhan berbagai aktivitas di sana. Banjir Jakarta ini pun merupakan bencana yang berdampak vital, sebab telah mengganggu berbagai aktivitas, seperti kenegaraan, pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, perbankan, industri, aktivitas belajar mengajar, dan lain-lain.

Sungguh mengerikan memang. Bahkan rendaman air telah melumpuhkan aktivitas di distrik sentral bisnis Jakarta. Bundaran Hotel Indonesia (HI) merupakan wilayah penting di Jakarta, dan banjir telah meredam jalan sekitar bundaran HI dan beberapa jalan protokol di Jakarta. Di jalan protokol tersebut terdapat banyak kantor penting yang menjadi pusat kegiatan berbagai kalangan elite pemerintahan hingga warga sipil.

Sekolah-sekolah pun turut terkena imbasnya dengan diliburkannya kegiatan belajar mengajar. Ada beberapa sekolah yang terendam air, dan ada pula yang selamat dari genangan air namun jalan menuju sekolah tersebut tak luput dari kunjungan air banjir. Salah satu universitas di daerah Grogol juga tidak luput dari banjir. Air turut menginap di kamar-kamar kos beberapa mahasiswa di sana.

Banjir tahun 2013 ini merupakan banjir parah setelah banjir lebih parah terjadi pada 2007. Air hujan, air bersih, dan air banjir merupakan istilah-istilah penamaan air yang saling berkaitan satu sama lain. Akar dari air banjir ialah sampah, buruknya sistem drainase, dan hilangnya kawasan hijau sebagai daerah resapan air.

Setiap manusia menghasilkan sampah tiap hari. Oleh sebab itu semakin besar suatu kota maka semakin banyak sampah yang dihasilkan. Pada 2005, sampah yang dihasilkan DKI Jakarta adalah 6.000 ton per hari atau 25.687 m3 setiap harinya. Sampah tersebut langsung dibuang ke TPA Bantar Gebang, Bekasi, tanpa ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sementara itu, armada Dinas Kebersihan DKI hanya dapat mengangkut sampah 24.675 m3 per hari, sehingga tersisa 1.012 m3 tidak dapat diangkut ke TPA Bantar Gebang.

Kondisi TPA pun menjadi sangat memprihatinkan, karena sampah telah menimbulkan daya tampung ruang yang semakin kecil, kondisi sampah menggunung, pencemaran lingkungan, dan dampak sosial. Pemulung di Bantar Gebang  mengambil plastik, kaca, dan logam. Kesadaran untuk mengambil sampah organik yang memiliki persentase cukup besar dalam hal kuantitas penyumbang sampah di Bantar Gebang masih minim, sehingga sampah menggunung dan mencemari air, tanah, serta udara di sekitar TPA.

Sebenarnya, bila telah ada kesadaran dan aktivitas untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos, volume gunungan sampah akan berkurang. Peluang usaha kompos dan pertanian organik akan memiliki berbagai manfaat, yakni mengurangi sampah, menyediakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan suplai pupuk kompos bagi petani agar para petani tidak terus menerus menangis karena kenaikan harga pupuk kimia.

Terdapat hubungan cukup erat antara sampah, kompos, lapangan kerja, air, dan banjir. Tanah yang memiliki kadar unsur hara rendah akan sulit menyerap air hujan dan cadangan air bersih semakin berkurang, sehingga sebagian besar air hujan langsung mengalir ke sungai. Apabila curah hujan tinggi dan sungai mengalami pendangkalan karena rendahnya kesadaran warga yang masih gemar membuang sampah ke sungai, maka air tidak akan memiliki rumah dan jalan untuk tinggal. Sehingga, air yang rumahnya telah dirusak manusia itu akan menginap di rumah-rumah warga hingga di rumah Presiden Indonesia, Istana Negara. Presiden SBY harus menggulung celananya saat hendak masuk istana. Itu merupakan pemandangan ironis dan seharusnya tidak terjadi.

Selain itu, area hijau yang semakin sempit pun turut menyebabkan penurunan unsur hara tanah. Pengelolaan sampah organik sebagai sumber unsur hara tanah membutuhkan tenaga kerja, sehingga terbukalah lapangan kerja baru. Namun baru sebagian kecil sampah organik yang notabene berasal dari limbah beberapa pasar dijadikan kompos. Apabila semua sampah dapat dijadikan kompos berarti akan semakin banyak mengurangi pengangguran dan lingkungan hidup semakin bersih dan sehat, sehingga penyebab banjir akan berkurang.

Penurunan kadar bahan organik atau hara tanah akan mengakibatkan daya menyerap air menjadi berkurang. Penurunan bahan organik satu persen  akan menyebabkan air sebanyak 200 m3 per hektar langsung mengalir ke sungai. Hal tersebut dapat dilihat di Bendungan Katulampa, Bogor. Apabila hujan, debitnya segera naik, tetapi beberapa saat kemudian debitnya normal kembali, hal ini berarti kawasan-kawasan di bagian hilir menjadi rawan banjir. Gundulnya lahan di Indonesia dan berkurangnya area hijau mengakibatkan pengurangan media resapan air hujan. Untuk mengurangi longsor dan banjir, lahan-lahan pertanian dan lahan-lahan di dataran tinggi harus ditingkatkan kembali kadar bahan organiknya. Pemberian sampah segar akan berakibat buruk bagi kegiatan pertanian karena nisbah C/N-nya masih tinggi, sehingga mikroorganisme yang terdapat di dalamnya akan memanfaatkan unsur hara di kawasan tersebut. Agar hal tersebut tidak terjadi, maka sampah tersebut harus dijadikan kompos terlebih dahulu.

Pemberian kompos pada tanah akan meningkatkan kadar hara tanah, sebab satu kilogram bahan organik dapat menyerap lima sampai 10 liter air. Tanah dengan kadar hara baik akan memiliki pori-pori yang baik pula, sehingga air hujan bisa lebih mudah diserap. Pemberian kompos untuk peningkatan hara tanah akan berkaitan dengan pengolahan sampah. Pasalnya, sumber yang cukup potensial bagi pembuatan kompos adalah dari sampah organik yang mendominasi TPA dan semua ini akan berpengaruh pada minimalisasi penyebab banjir.

Semoga masalah-masalah ini akan segera terselesaikan dengan baik, sehingga seluruh komponen bangsa akan hidup aman dan nyaman.